Senin, 16 Desember 2013

Amazing Trip Part #2 : Kawah Ijen, Antara Kerasnya Hidup Para Penambang dan Keindahan Alam-nya

Tengah Malam, Paltuding Rest Point
Dinginnya angin pegunungan di ketinggian 1,850 mdpl langsung menusuk kulit ketika kami sampai di Paltuding rest point. dari Baluran langsung menuju kesini, membuat kami belum dalam persiapan diri untuk suasana pegunungan. Rencana yang tadinya kami ingin bermalam sekedar merebahkan tubuh sebentar yang sudah cukup lelah ini, harus urung niat karena penginapan di Paltuding sudah penuh. 

Menurut Pak Supir kalau mau bermalam bisa ke Homestay Arabika atau Catimur yang paling dekat dengan Paltuding, cuma kami ngeyel maunya menginap di Paltuding aja biar lebih dekat dengan Kawah Ijen. Padahal, Penginapan di Paltuding sendiri  terbatas, hanya ada 3 rumah namun bisa sharing kamar dipakai rame-rame. Jadi sudah resiko juga ga kebagian space lagi. 

Tengah malam begini Paltuding sudah lumayan ramai oleh para pendaki yang siap menjajal Kawah Ijen. Perlu trekking 3KM untuk mencapai ketinggian 2,368 mdpl dan siap-siap mata, hati dan pikiran akan dimanjakan oleh pemandangan mengesankan Kawah Ijen yang cukup populer ini. Ready ?!!!

Kami benaran hebat, uda kurang tidur tapi semangat tetap membara untuk langsung lanjut trekking jam 1 dini hari. Ada yang ingin kami kejar dengan bela-belain ga tidur dan niat sekali trekking pagi-pagi buta. Yup, fenomena Blue Fire alias Api Biru. Fenomena yang hanya ada 2 tempat di dunia, yaitu di Kawah Ijen dan satunya di Alaska. Blue Fire hanya bisa dilihat sebelum matahari terbit, setelah itu akan menghilang dan hanya menyisakan asap tebal seiring mulai terpapar oleh cahaya matahari. Jadi kali ini kesempatan ku untuk bisa melihat langsung Blue Fire muncul di sela-sela sumber belerang di dasar kawah. 

Tampang ngantuk tapi siap trekking :) 

Jam 1 Pagi, Trekking ke Bibir Kawah
Cuaca cukup cerah melingkupi kawasan Kawah Ijen, walaupun bintang tidak begitu semarak untuk daerah pengunungan. Kami ditemani seorang pemandu lokal yang sehari-harinya juga sebagai penambang belerang. Sebut saja namanya Pak Rudi. Menurut Pak Rudi kalau malam minggu yang trekking ke Kawah Ijen lebih rame..Lho lho spot untuk pacaran sambil hiking juga ternyata ;) Pastinya kawula muda dari Bondowoso atau Banyuwanyi, secara Kawah ijen dikuasai oleh kedua Kabupaten ini.

Udah lama ga naik gunung dan ga olahraga, trek nya bikin gua empot-empotan kepayahan haha. Trek yang aku kira tidak begitu sulit ternyata aslinya menguji emosi dan mental. Dari awal udah langsung berat menanjak. Jalurnya lumayan lebar tapi berpasir dan berdebu juga seiring banyak pendaki yang naik. Baru nanjak berapa ratus meter, napas uda ga beraturan, payah !! So pasti daripada sok kuat, aku teriak donk untuk minta berhenti sebentar mengumpulkan semangat dan tenaga lagi. Maklum lah sudah fisik ibu-ibu ini aku alias uda turun mesin wakaka.. 
Pemberhentian Pertama - Tampang masih ceria-ceria :)
Naik gunung juga terakhir tahun 2010, itupun Gunung Galunggung yang termasuk gunung wisata. Cuma yang boleh dibanggakan, aku uda pernah naik Gunung Semeru tahun 2008 silam *pamer d :p Gunung tertinggi di tanah Jawa dan juga bukan gunung yang mudah untuk ditaklukan. Pernah juga nanjak gunung yang walau kecil tapi penuh kharisma di Selat Sunda hehe..Yoi Anak Gunung Krakatau yang legendaris. Aku pengagum history gunung ini. 

Dengan medan menanjak dan memikirkan jaraknya 3KM sungguh bikin kapok mau naik gunung lagi hehe *ngaku d mengeluh sepanjang jalan, padahal aku bilang aku pecinta gunung haha. Plan tahun depan mau naik Gunung Rinjani yang medannya terkenal sulit bikin aku jiper juga dan mikir lagi bakalan sanggup ga. Baru trek Kawah Ijen aja uda mau pingsan, mungkin fisik sudah kecapean duluan dan ngantuk banget :( Pak Rudi sering menyemangati dan sering bilang "Ayo dikit lagi didepan ada pondok, tar bisa istirahat dan nge teh" atau "Ayo, 2 belokan lagi uda mau sampe" haha Ucapan penyemangat yang walaupun rasanya kok dari tadi bilangnya 2 belokan dan mau sampe tapi belum sampe-sampe juga, ternyata effect juga lho memacu kaki dan mental untuk terus bertahan. 

Nanjak pas hari masih gelap itu agak membosankan sebenernya. Y donk, ga ada yang bisa dilihat. Padahal menurut ku, menghadapi medan yang berat fokus harus dialihkan ke hal lain. Maksudnya biar ga kepikiran ama capeknya terus. Cuma, mayoritas moment yang dikejar adalah moment sunrise dari puncak, jadinya kalau muncak seringnya start dari tengah malam. 

Dan alasan lainnya biar ga jiper duluan pas lewatin trek yang kiri dan kanan sebenernya jurang menganga. Selain itu juga mostly gunung-gunung berapi yang aktif lebih bersahabat pas pagi. Katakan saja Gunung Semeru, jam 9 pagi puncak sudah harus dikosongkan karena gas beracun dari kawahnya mulai keluar dan angin sering mengarah ke jalur pendakian. Sedangkan di Kawah Ijen sendiri, jam 2 sore pendaki sudah dilarang mendekati bibir kawahnya. 

Kurang lebih 1.5 jam baru sampai di Pondok Bunder, ketinggian 2,214 mdpl. Ini Pondok yang dibilang bisa nge teh, tapi boro-boro nge teh wong pondoknya belum buka *sigh :) Di Pondok ini biasanya para penambang menimbang hasil angkutannya. Perjalanan masih setengah lagi cuma tidak seberat sebelumnya. Makin mendekati bibir kawah jalanan agak mendatar, ini yang menyenangkan hati. 

Blue Fire yang fenomenal
2jam kemudian rasa capek langsung disajikan balasannya. Kami sudah sampai di Bibir Kawah Ijen dan di kejauhan Blue Fire tampak bergelora memanggil-manggil untuk didekati. Dinginnya udara jam 3 tidak begitu terasa karena peluh menghangati tubuh. Rasa excited muncul kembali yang artinya kami siap untuk turun sampai mendekati dasar kawah. Kali ini harus lebih hati-hati. Jalanannya curam menurun, berbatu dan disamping kanan jurang dasar kawah. Serem!! Wassalam kalau sampai lengah dan terpleset. Jadi kita harus melipir dalam kegelapan, dengan dibantu ama head lamp. 
Hati-hati melipir di tebing Kawah, sediakan head lamp untuk penerangan dan tongkat pemukul anjing jika diperlukan hahaha...
Salut bercampur kasihan ketika berpapasan sama para penambang belerang. Melihat perjuangan berat mereka membuatku mensyukuri hidup. Mereka setiap hari membawa beban berat belerang di pundak, yang tidak semuanya bertampang kekar. 
Kasih jalan ke para Penambang, utama kan mereka dahulu, jangan menambah beban mereka yang sudah berat di pundak
Trek naik turun ke dasar kawah begitu berat apalagi dengan beban 70-80kg di pundak..Sungguh amazing ketabahan mereka menjalani hidup demi keluarga. Hiks :(  dan bayangkan 1kg belerang hanya dihargai Rp 780. Sekali jalan baru dapat duit +- 60rb, dan 1hari hanya sanggup 2x bolak balik. Apakah harga segitu sebanding juga ama bahaya yang dipertaruhkan ??!! 
Di sebelah kiri jurang menganga lebar, mereka seperti sudah hafal sama trek yang dilalui walaupun tanpa penerangan. 
Well, butuh waktu 45 menit juga untuk sampai dekat danau kawah. Aku terpesona dan bangga akhirnya secara live dan dekat bisa melihat Blue Fire, fenomena unik ini. Tantangan disini yaitu harus tahan bau belerang yang menyengat dan tajam, apalagi ketika kepulan asap terbawa angin mengarah ke kami. Alamak baunyaa, udah tutup hidung dan mulut aja masih berasa dan oksigen seakan hilang dari peredaran ;)

Ditengah minimnya cahaya dan tanpa bantuan tripod, kesulitan sekali mengabadikan Blue Fire yang aktif berkobar, ditambah lagi angin yang sering berubah-ubah. Beberapa kali kami diserang asap belerang. Kami yang jaraknya masih sedikit menjauh dari sumber sulfur pun sudah ga nyaman, bayangkan para penambang yang sangat dekat. Hebatnya lagi, mereka kerja dengan sangat tradisional, kebanyakan hanya menggunakan sandal jepit dan tanpa masker hidung yang proper. Miris !!! :( 
See, begitu dekatnya Para Penambang dengan Sumber Sulfur yang sedang menyala-nyala ini. 
1 jam menikmati di dasar kawah sudah cukup. Kami tidak turun sampai menyentuh air danau yang punya tingkat keasaman nol yang katanya mampu melarutkan jari dan baju manusia. Ada baiknya juga ga sampe turun, kalau ga pasti aku akan iseng toel air danau nya hehe. 
Narcis bareng-bareng dengan background Blue Fire :D

Perjalanan balik ke Paltuding
Semakin menanjak balik ke atas bibir kawah, pesona Kawah Ijen semakin terlihat dan memikat, sungguh kerennn !! Ditambah Terang juga perlahan-lahan mulai mengambil alih suasana. Dinding kawah dengan angkuhnya merengkuh danau biru tosca yang menjadi daya tarik utama. Di tengah pemandangan yang super keren ini, kadang bahaya pun terlupakan. Rasa serem akan terjalnya jurang dan trek teralihkan. 
Danau Kawah Ijen….Keren kan !!!!
Sulfur / Belerang cair berwarna merah ketika baru keluar dari sumber ny
Salah satu Penambang siap naik ke Bibir Kawah, Modal hanya baju lapis dua, dan sandal jepit. KAGUM dan KASIHAN..
Hanya di tikungan ini yang ada pagarnya..
Percaya d, alam pengunungan selalu punya cara tersendiri menghargai segala effort yang sudah dikeluarkan oleh para pendaki yang tak lelah berjuang. Berada di ketinggian seperti ini dan dengan pemandangan luar biasa, membuat ku berdecak kagum dan bersyukur diberi kesempatan menikmati ini semua. Ketenangan sangat terasa, sejuk, sepi dari hiruk pikuk dan sejenak dapat melupakan keseharian yang monoton. 

Dari atas, di satu sisi kita bisa menikmati Danau Kawah yang menganga selebar 600 meter dan di sisi lainnya mata dimanjakan oleh Lembah dengan Gunung Meranti yang bersebelahan dan Gunung Raung di kejauhan. 
Bibir Kawah Ijen dengan Jurang yang Menganga selebar 600 meter
Di sebelah kanan disuguhi Danau Kawah Ijen, disebelah kiri, mata dimanjakan oleh Gunung Meranti yang sedang diselimuti awan. 
Kalau beruntung kita bisa melihat awan menyelimuti lembah pegunungan, seakan-akan kita berada di negeri diatas awan. Cuma, pagi ini awan lebih cepat beranjak meninggi ke atas dan hanya menyisakan rangkulannya sedikit di Puncak Gunung Meranti. 
Deretan Pegunungan seperti ini yang akan memanjakan indera...
Lembah...
Guratan Wajah Bibir Kawah Ijen...
Spot menikmati Danau Kawah dari atas. .
Landscape pegunungan sering memberi kejutan, berjalan dalam keteduhan naungan hutan  di kiri kanan, dan tiba-tiba kita bisa menemukan padang savana di kejauhan yang rasanya memanggil-manggil untuk dijamah. Tapi itu terlalu jauh di kaki Gunung Meranti. 
Padang Savana berbukit-bukit..Pasti asyik bisa berjalan disekitaran sana. 
Menyusuri kembali jalur pendakian, kali ini harusnya lebih mudah karena mayoritas trek nya menurun. Tapi ternyata tidak sesimple yang dibayangkan. Trek turun ternyata punya kesulitan lain yaitu licin karena berpasir. Ga pake sepatu gunung yang proper, langkah kaki jadi sering slip dan beberapa kali pantat harus menyentuh tanah hahaha. Apalagi konsentrasi menyusuri jalanan untuk lebih hati-hati agak terganggu dengan bule-bule ganteng yang sedang seliweran ikutan turun ataupun yang sedang menanjak :D 

Karena kebayakan menahan beban ke depan, lutut jadi lemas dan gemetaran :D Komplit, Nanjak menderita karena paha dan betis kerja rodi, turun juga menderita karena lutut lemas hihi..
Ternyata gaya ini gaya favorit jika nemu view terbaik hihihi :p
Pondok Bunder,  Kalau sudah nemu sign ini berarti perjalanan anda sudah setengah menyenangkan :D
Sebagian Hutan yang Terbakar…Entah alami terbakar, Entah disengaja :|

Pas sudah sampai Paltuding lagi, lapar semakin menjadi-jadi. Wangi harum indomie semerbak dari warung-warung yang ada. Sambil menikmati indomie, aku melayangkan kembali ingatan mulai dari awal mendaki hingga berhasil sampai di bibir kawah, kemudian mampu turun naik lereng kawah yang terjal, sungguh salah satu pengalaman yang menarik. Aku memang penyuka gunung, ada selipan rasa bangga di hati setelah berhasil melewati semua ini. 
Pos Paltuding, lakukan registrasi disini terlebih dahulu sebelum mendaki 

Semoga ada kesempatan lagi untuk mendaki gunung-gunung lainnya. Kumpulkan tekad ke Gunung Rinjani hehehe. 

Semoga bisa bergaya seperti ini lagi di atas Gunung Rinjani hohoho …. :D ;) pastinya dengan sepatu yang lebih proper hahaha…:p
Related Post :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Chapter #3, Beautiful Rinjani : Day 2 - Duka Lara dan Nikmat Menuju Plawangan Sembalun

Hari ini akan menjadi hari penuh tantangan. Bukit Penyesalan yang sudah ku dengar jauh hari akan menjadi ujian berat untuk kaki ku. Na...