Gunung dan Laut, dua tempat yang sama-sama memikat
dan memukau buat para penikmat pesonanya. Bagi pecinta alam, para petualang
dan traveler biasanya punya jagoan masing-masing mana yang
lebih mereka senangi, termasuk diriku sendiri. Aku pecinta gunung, belum berani
bilang sebagai anak gunung. Kenapa rasa cinta lebih dominan ke Gunung? Ehm,
yang jelas aku suka suasana yang meneduhkan, sejuk, tenang dan aku
mengaguminya. Pergi ke gunung memang lebih beresiko ketimbang pergi
ke pantai/laut. Kalau benar-benar anak gunung, harus punya pengetahuan dan
ketrampilan khusus, pandai membaca arah dan peta, sampai harus siap untuk
kondisi terburuk jika harus survive di tengah hutan.
Perlu persiapan fisik yang baik, setidaknya tubuh
dibiasakan dulu untuk kerja sedikit lebih keras. Naik gunung kan aktifitas
menanjak dan menurun dengan menopang berat tubuh dan berat barang bawaan, jadi
memerlukan fisik lebih ekstra fit dan kuat. Persenjataan yang kudu harus dibawa
juga lumayan banyak seperti cariel, sleeping bag,
matras, geiter, nesting untuk masak, tenda dan sepatu gunung.
Karena agak rempong dan ditambah lebih beresiko, tidak mudah punya teman yang
sejiwa dan sama-sama nekat.
Sampai saat ini gunung yang pernah ku datangi juga
masih kebanyakan typical gunung wisata, yang tidak harus
begitu serius untuk persiapannya. Seperti Gunung Krakatau, Gunung
Galunggung, Gunung Bromo, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sikunir di Dieng
Wonosobo, Gunung Puntang di Bandung, Gunung Cipelang di Sukabumi. Dan yang
bukan gunung biasa yaitu Gunung Semeru, atap tertinggi Pulau Jawa. Yang aku dan
teman-teman harus latihan fisik sebelum menjajal Semeru. Semakin suatu gunung
punya tingkat kesulitan yang semakin tinggi, jangan khawatir akan kerja keras
dan keringat untuk mencapainya, kita akan dimanjakan dengan landscape yang
beragam. Keindahan di Ketinggian tidak pernah bohong, Buktikan d !!! ;)
Well,
sebagai bagian dari persiapan menuju puncak gunung impian di pertengahan tahun
nanti, di Februari 2014 kemarin akupun try out ke Gunung
Papandayan untuk test stamina. Gunung Papandayan dikenal sebagai gunung yang
bersahabat untuk pemula, lokasinya juga bisa dijangkau dikala weekend.
Aku dan sahabatku Yoan, bergabung dalam trip yang dikoordinasi
oleh Wisata Gunung. Karena kami masih newbie dan ya balik
ke statement diatas, bukan anak gunung beneran haha,
jadi join trip ama teman-teman lain yang baru dikenal juga.
Trip nya juga murah meriah, cuma membayar 200rb, termasuk kita akan dipinjami
tenda tapi untuk logistik bawa masing-masing.
Jumat malam, jam 22.00 : Meeting Point Kampung
Rambutan
Menerobos beratnya traffic Jakarta
di Jumat malam itu agak menantang. Biar dikata sudah buru-buru dari kantor dan
sudah pake Busway, sampai di Kampung Rambutan tetap aja jam 22.30. Kampung
Rambutan jauh juga euy. Salah satu terminal bus yang melayani trek Jakarta -
Garut. Teman-teman seperjalanan sudah ngumpul semua, total pasukan kali
ini 17 orang, termasuk Ase selaku Owner dari Wisata
Gunung dan 2 orang guide kami selama perjalanan (Bang Widi dan Alief).
Papandayan memang ga diragukan pamornya dikalangan pecinta gunung, bus penuh
dengan orang-orang yang setipe dengan kami, bawa-bawa cariel gede.
Tujuan mereka kalau ga Papandayan ya Gunung Cikuray yang sama-sama ada di Garut
juga. Cukup siapkan ongkos 40rb untuk tarif bus.
Perkenalkan Si Ase, Bos nya wisatagunung.com :) |
Dini hari, jam 3.00 Terminal Guntur, Garut - Jawa Barat
Bus melaju kilat, dengan kecepatan diatas rata-rata,
ga sampai 4jam sudah membawa kami sampai di Terminal Guntur. Masih terlalu
pagi. Aktifitas pagi pun belum terlihat merata, hanya di sudut-sudut
tertentu. Hawa dingin khas daerah pegunungan dengan lembut menyapa kulit,
membiarkan kami bergidik dingin sambil tubuh berusaha menyesuaikan. Hawa ini
akan kami rasakan terus sampai kami kembali ke terminal ini lagi besok sore.
Tempat istirahat favorit adalah mesjid pas dibelakang terminal tapi rame nya ga
pake kebagian lagi. Kelompok ku sampai melipir di teras rumah penduduk untuk
sekedar merebahkan tas dan duduk-duduk. Menjelang pagi, beberapa mobil Elf
sewaan sudah datang dan cukup membawa kami 30 menit saja menuju Desa Cisurupan,
desa terakhir sebagai pintu masuk menuju Gunung Papandayan dan disini kami
perlu melengkapi logistik terlebih dahulu.
Desa Cisurupan, Jam 6.00 Pagi
Kami mulai diskusi kelompok haha karena per tenda
akan diisi dengan 4 orang dan bisa berbagi logistik. Untung anggota team ku ga
ribet, jadi kami ga cerewet memilih makanan yang perlu dibawa. Paling ampuh dan
simple pasti Indomie, Super bubur, Energen, Sarden, Roti, dan Coklat. Berhubung
menurutku cuma semalam aja, jadi gapapa ga makan nasi. Ehm, jangan ditiru ya,
ini asumsi sesat hehe. Nasi sumber kalori, dan berhubung energi banyak
terbuang, jadi lebih baik makan nasi. Cuma masaknya harus bisa, kalau ga sama
aja ga kemakan nasinya hahaha. Bisa juga banyakan bawa coklat, coklat cukup
ampuh menambah energi.
Cisurupan Point, Melengkapi Logistik dan Repacking |
Yeee…Mobil Pickup yang Bikin Sengsara Sepanjang 9KM :D |
Panorama yang Disuguhi selama 9KM dari Pintu Cisurupan sampai Pintu Masuk Papandayan |
Menatap Jalanan Jelek yang barusan dilewati dengan Aw-Aw hahaha |
Setelah repacking ransel dengan
ketambahan bahan makanan, kali ini giliran mobil pickup bak terbuka jadi
andalan kami mendaki jalanan rusak sampai ke Pos Masuk Gunung Papandayan. Ini
menderita abis terutama untuk teman-teman yang duduk dipinggiran bak.
Kebayangkan kalau anggota tubuh berbenturan dengan besi-besi pinggiran bak
hihi..dan serentak kompak suara "Aw-Aw" menemani sepanjang 9KM dan
selama 1 jam hahaa..Tapi seru juga jadi ada cerita dan kenangan di jalanan
aw-aw ini :D
Cuaca cukup cerah memayungi kami walaupun disekitar
badan gunung nan jauh disana mendung tipis asyik bergelayutan manja ;) Aku
bergumam dalam hati, semoga cerah ini terus menuntun langkah kami selama
pendakian nanti. Musim hujan memang masih menghantui karena masih akhir
Februari dan dari pengakuan Ase sendiri hujan selalu di sore menjelang magrib
:(
Pelataran Parkir Pintu Masuk Papandayan, Wisatawan yang hanya mau sampai Kawah Papandayan juga bisa, ga jauh dari sini. |
Lapar melanda, warung makan pojok di pelataran parkir
batas akhir kendaraan sebelum pendakian menjadi pemuas perut kami. Ehm, nasi
goreng yang cukup sederhana sungguh nikmat, ditambah Teh Manis panas langsung
menjaga kehangatan tubuh. Hawa dingin mulai terasa lebih berat menyapa kulit.
Dari Pelataran Parkir ini sudah terlihat dikejauhan Kawah Gunung Papandayan,
asyik ngepul membumbung tinggi asap vulkaniknya, petanda dapur magma gunung ini
tidak boleh diremehkan.
Walaupun Gunung Papandayan status vulkaniknya Waspada
tapi tidak mempengaruhi aktifitas warga. Sempat dikabarkan TVOne bahwa tingkat
kegempaan meningkat gara-gara Gunung Kelud meletus hebat 1 minggu sebelumnya. Untung
cuma isu aja, toh segala sesuatu tidak ada yang dirasa berubah.
Mulai Trekking, Jam 9.00 Pagi
Semua bersemangat. Kita foto keluarga dulu sebelum
mulai trekking dan tentunya berdoa mohon dipermudah dan dilindungi sampai turun
kembali ke tempat ini. Trek berbatu mendominasi pendakian. Untung pakai sepatu
gunung, sangat membantu menaklukan kondisi jalan.
Ada 4 orang adek-adek
mahasiswa yang ikut dalam group ini, bawaan nya segambreng haha. Tas cariel
mereka gede-gede, ada kali 75 literan, termasuk 2 yang cewek.
Hebatnya 4 orang baru pertama kali naik gunung hoho. Walaupun gitu semangat
adek-adek ini boleh diacungi jempol, perlahan tapi pasti mereka bisa juga
membawa diri. Bawaan segambreng itu sudah seperti mini market dalam tas,
logistik nya banyak boo haha, telur ada, roti ada, sosis, beras, dll. Ketauan
pas hari terakhir masak-masak di tenda, semua logistik dikeluarin hahhaha.
Karena itu team Logistik kami sematkan untuk adek2 ini :D
Here We Are, Kemping Cantik bersama WIsataGunung.com |
Trek Berbatu Mendominasi Jalur Pendakian Hingga Sampai Kawah Terbuka Papandayan |
Penduduk yang Pake Motor Cross naik ke Papandayan… Yup, memang ada jalur untuk Motor Cross untuk sampai Pondok Seladah |
Kami berjalan menuju pinggiran kawah, ehm bau
belerang menyengat kuat. Papandayan punya 4 dapur kawah, semuanya sibuk
menunjukkan eksistensinya. Kadang angin sengaja menguji, membiarkan asap
belerang menyapu kami. Jangan lupa bawa masker yaa !! Trek berbatu nan gersang
+ bau belerang + diguyur panas matahari yang tanpa lawan membuat ritme kaki
kami melambat. Jalan dikit, tapi berhenti banyak, ngosh-ngosh-an mengimbangi
napas dan jantung yang terpompa seru hahaha.
Di beberapa titik di jalur
trekking, keluar desis suara yang disertai uap panas, berarti kami bukan hanya
melewati pinggir kawah tapi kawah itu sendiri hahaha. Serem-serem sedap
mengingat berita mengenai isu gunung ini lebih aktif dari biasanya.
Di Pinggir Kawah…Siapkan Masker Jangan Lupa ya !! |
Landscape Papandayan, ada yang bilang Papandayan seperti Switzerland nya Jawa… Setuju ga ? :) haahaha. |
Aku termasuk yang paling belakang diantara anggota group,
ehm tapi bukan karena aku ga kuat lho ya hehe, kadang aku terlena dengan apa
yang alam tampilkan, sibuk motret. Kadang sampai harus buru-buru lari untuk
mengejar ketinggalan..1 jam ditengah kelelahan, waktunya break juga. Posisi
kami sudah sedikit diatas kawah, sehingga cukup aman dari serangan asap.
Perjalanan masih setengah lagi.
Break diatas Kawah…Tapi Aman Kok dari Serbuan Asap Kawah..Karena Angin Tidak Mengarah ke Sini. |
Ini Jalur Kalau Memilih Trek Landai Motor Cross, bukan Melewati Hutan Mati |
Trek Menanjak Asoy yang Dipilih…Ngosh-Ngoshan Semakin Kenceng ;) |
Makin Keatas, Pemandangan Makin Cantik dan Trek Awal melewati Kawah Jelas Terlihat |
Danau Baru di Tengah Kawah…Dekat Banget dengan Salah Satu Sumber Belerang yang Mengepul-ngepul |
Hutan Mati, Jam 11.30 Siang
Akhirnya Hutan Mati di depan mata. Seperti nama nya
hutan ini memang mati. Akibat erupsi hebat tahun 2002 yang akhirnya menyisakan
fenomena hamparan hutan dengan pohon-pohon gosong menghitam tanpa ada
kehidupan. Kami semua excited ketika sampai disini, langsung break dulu.
Area Hutan Mati ini luas, ehm bisa dibayangkan dashyat nya amukan alam
waktu itu. Hutan Mati salah satu suguhan alam yang pamor dari Gunung
Papandayan, menurutku yang membuat gunung ini fotogenik. Pemandangan Pohon yang
merenggas hitam dengan cabang-cabang menatap ke langit, menjadi saksi hilir
mudik para penggiat alamnya. Tentunya aku dan beberapa teman yang baru pertama
kali sampai disini, antusias sekali mengabadikan moment. Bertukar foto dan
mengexplore angle.
Break Lagi….at Hutan Mati |
Terlihat Mistis ya Hutan Mati nya ? |
Setelah Hutan Mati, camp ground Pondok Seladah sudah
tidak jauh. Kamipun mulai terburu-buru mempercepat langkah kaki, mendung sudah
menguasai langit.
Camp Ground Pondok Seladah, Jam 12.30 Siang
Di tengah diburu rintisan air hujan, sedikit sebelum
sampai camp ground kami melewati hamparan bunga Edelweis. Bunga khas pegunungan
karena hanya hidup di ketinggian. Kata teman-teman, di tempat yang namanya
Tegal Alun lebih luas lagi hamparan Edelweis nya, Cool!! Dan itu schedule besok
pagi menuju Tegal Alun.
Pondok Seladah merupakan padang rumput dengan dataran
datar sehingga cocok sebagai tempat perkemahan. Didekat camp ground juga
dialiri aliran air pegunungan jadi mempermudah kita masak, dan lain-lain.
Paling repot kalau diatas gunung tidak ada sumber air, kita mesti bawa stock
air semenjak di bawah gunung, seperti kalau mau ke Gunung Cikuray.
Ok, cuaca mengambil alih keadaan, pas sampai camp
ground hujan turun. Langsung grabak grubuk pasang tenda. Total 3 tenda untuk
anggota trip, aku setenda dengan Yoan, Dewi dan Chnythia. Diluar ga bisa
ngapa-ngapain, hujan terus menerus. Sampai untuk masak buat lunch pun kami
harus mengakali dengan ditutupi flysheet yang disangkut dari tenda ke tenda.
Lunch pun sederhana, apalagi kalau bukan Indomie yang gampang haha.
Acara masak-masak diluar :D |
Hujan sempat berhenti beberapa saat, setelah itu
pegunungan diguyur sampai malam. Kami pun totally hanya menghabiskan waktu di
dalam tenda. Keluar tenda pun enggan kecuali untuk pipis :) Hawa nya bukan main
dinginnya, kami masing-masing saling menyelamatkan diri dengan balutan
berlapis-lapis haha, apalagi untuk tidur. Dikala menunggu rasa ngantuk
menguasai, kami berbagi cerita masing-masing, mengenalkan diri sedikit lebih
detail, termasuk ke gunung mana aja yang pernah kami datangi. Hingga kami pun
mulai membaur dengan senyapnya malam dalam kelelapan tidur masing-masing.
:: Continue to Second Day
Tidak ada komentar:
Posting Komentar