Pagi yang indah, pegunungan disekitaran Pondok
Seladah baru kelihatan bentuknya setelah kemarin disembunyikan kabut tebal.
Bahkan bumbungan asap dari Kawah bisa kelihatan dari camp ground termasuk Hutan
Matinya. Aktifitas pagi seperti layaknya dirumah, orang-orang mengarah ke
sumber air, mencuci muka, membasuh tangan dan kaki, mengosok gigi,
mencuci piring bekas semalam dan mengambil air bersih untuk persiapan masak
sarapan pagi ini.
Disamping sumber air, di tengah rimbunan semak-semak
dijadikan spot untuk buang air hoho. Yang repot kalau naik gunung itu memang
urusan toilet management. Kurang minum bisa dehidrasi tapi banyak minum bikin
repot keseringan pipis. Belum lagi kalau panggilan alam alias pengen pup, ini
yang heboh persiapannya haha.
Kebayang ga indahnya pup di alam bebas dan
dikelilingi bunga Edelweis haha. Itu pengalamanku dulu pas lagi di Pos
Kalimati, pos terakhir sebelum Mahameru. Cuma karena dekat Kalimati masih
terlihat jejak Macan Kumbang, jadi pup nya sambil was-was takut pantat hilang
tiba-tiba dicaplok Si Macan wakakakaka. Kalau di gunung, pup di alam bebas
tidak bisa dihindari, kadang memang ada 1 atau 2 wc darurat dibuat dekat pos,
tapi pasti joroknya bisa dibayangkan d.
Semua logistik yang dibawa, pagi ini dikeluarkan
semua untuk dihabiskan rame-rame. Adek-adek Mahasiswa yang ikut baru ketauan
logistiknya banyak hoho. Jadilah sarapan yang meriah. Banyak hal yang ngangenin
kalau di gunung, salah satunya kebersamaan dan saling berbagi. Anak gunung
dikenal lebih setia kawan, saling membaur, rasa saling memiliki dan berbagi
ego. Setuju ya...!! Hahaha
"Morning Briefing" hehe Padahal Semua Lagi Nunggu Sarapan Yang Lagi Dimasak :D |
Camp Ground Pondok Seladah.. |
Ini Trek Tanjakan Berbatu dan Licin Yang Cukup Ekstrem, Apalagi Ketika Musim Hujan, Trek Ini Kelihatan dari Camp Pondok Seladah |
Berada di area Hutan Mati pagi ini terasa suasananya berbeda dengan kemarin. Kali ini memasuki hutan dengan pohon gersang yang lebih rapat dan banyak. Ditambah kabut sering datang menyelimuti hampir seluruh hutan, lebih memperkuat suasana yang ada. Tanah nya tanah kapur putih dengan campuran garis-garis hitam dari ranting pohon yang jatuh, aku kebayang es krim Haagen Dazs yang punya varian dengan tekstur yang mirip haha. Ke Tegal Alun kami cukup melenggang kangkung tanpa beban cariel, ini membuat tenaga lebih hemat banyak. Dan berpose pun lebih bergaya hehe.
Suasana Ketika Kabut Betah Menemani Perjalanan Kami - Hutan Mati |
Tiba-tiba tanjakan cukup ekstrem, ternyata ga terasa
sudah sampai di Tanjakan Mamang. Di sini, agak perlu ekstra kerja keras dikit
untuk menarik tubuh keatas, antara satu tapak dengan pijakan tapak berikutnya
jedahnya cukup tinggi, tapi seru sih, berasa sisi adventure nya ketika harus
memanjat dengan menarik akar-akar pohon.
Tegal Alun, We Are Coming !!
Girang hati kami ketika mulai melihat kumpulan bunga Edelweis memenuhi pandangan mata. Walaupun Edelweis hanya bisa tumbuh di ketinggian tapi tidak semua gunung punya tempat indah seperti ini. Seakan masuk area perkebunan Edelweis yang sengaja ditanam. Menurut data, luasnya sekitar 32ha. Kebayangkan gedenya seperti apa dan tanah seluas itu isinya bunga Edelweis. Dulu katanya lebih semarak lagi sebelum letusan November 2002, letusan tersebut menghanguskan sebagian padang Edelweis.
Musim berbunga paling bagus antara April sampai
November. Di bulan Februari pas aku kesana sudah mulai berbunga, ciri khas
kelopak putih dengan bunga mekar kuning diatasnya. Edelweis yang sering
diartikan sebagai bunga abadi ini memang tidak rontok dimakan usia, tapi yang
abadi itu kelopak nya yang putih ya, kalau bunga nya mah 3 hari setelah mekar
juga rontok hihi.
Menurutku, Edelweis di Semeru lebih "gemuk"
bunga nya (yang diomongin bukan ukuran pohon ya), 1 kuntum lebih besar volume
nya dan rimbun. Ga seperti yang aku lihat di Papandayan ini yang kelihatan
kecil-kecil. Ya, bisa jadi di Semeru dulu pas bulan Oktober jadi masih
masuk musim berbunga yang bagus.
Saat ini populasi Edelweis mulai sedikit, apalagi di
daerah Bromo, bisa dikatakan hampir punah. Kurang adanya kesadaran dari
masyarakat sekitar sehingga hanya memetik bunga Edelweis untuk dijual sebagai souvenir,
dll. Maka dari itu kita yang sengaja capek-capek naik gunung untuk mencari
keindahan disana jangan sampai malah ikut-ikutan memetik, apalagi memetik hanya
untuk pembuktian bahwa kita sudah naik gunung.
Kalau Papandayan punya Tegal Alun sebagai Surga
Edelweis nya, gunung lain yang aku tau juga punya yaitu Gunung Gede dengan
Surya Kencananya, Gunung Pangrango dengan Mandalawangi, dan Gunung
Merbabu.
Mendung menggelayuti langit Tegal Alun, dan kabut pun
pekat menyelimuti. Harapan melihat perpaduan hijaunya hamparan Edelweis bersatu
dengan birunya langit, jauh dari angan. Sayang memang tapi bisa berada ditengah
hamparan ini tetap mengobati kerinduan ku akan alam bebas yang indah.
Semoga setiap para pendaki yang sampai disini bisa bersama-sama menjaga kelanggsungan Anaphalis Javanica, species Edelweis yang hidup di tanah Jawa ini. Bagusnya juga, di Tegal Alun dilarang ngecamp. Syukurlah, peraturan ini membuat Tegal Alun tetap bersih dari sampah.
Semoga setiap para pendaki yang sampai disini bisa bersama-sama menjaga kelanggsungan Anaphalis Javanica, species Edelweis yang hidup di tanah Jawa ini. Bagusnya juga, di Tegal Alun dilarang ngecamp. Syukurlah, peraturan ini membuat Tegal Alun tetap bersih dari sampah.
Nah, biasanya kalau ke gunung, Puncak adalah agenda
utama, tapi kalau ke Papandayan ga semua orang akan sampai ke Puncak. Bukan
karena ga mampu karena trek nya yang sulit, tapi banyak yang mengatakan kalau
Puncak Papandayan tidak jelas arahnya. View nya juga bukan seperti Puncak pada
kebanyakan gunung dimana diatas sana kita bisa melihat dengan luas dataran lain
dari ketinggian. View di Puncak Papandayan agak terhalang sama pohon-pohon
disana.
Spotted Sign Puncak Di Daerah Hutan Mati, Padahal Pas Di Tegal Alun Tidak Mudah Menemukan Arah Untuk Ke Puncak.. Oppss 2 Sejoli Terekam Barengan dengan Sign Puncak Ini :D |
Apapun viewnya, kalau aku sendiri pengennya sih tetap
mencicipi Puncak suatu gunung, cuma trip yang aku ikut ini, Puncak tidak masuk
dalam agenda. Ya sudah, jadi ada alasan tar kalau mau balik lagi ke Papandayan
hehe.
Kegilaan di Tengah Hamparan Edelweis |
Menyusup di Antara Rimbunan Pohon Edelweis |
Menikmati Kesempatan Di Tengah "Ladang" Edelweis |
Puas berekspresi di tengah hamparan sampai menyusup diantara rerimbunan nya, kami mulai menuruni Tanjakan Mamang kembali. Visibility masih sama seperti pas naik T_T jadi tetep ga kelihatan apa-apa dari atas ini, padahal view di Tanjakan ini adalah view terbuka dengan pandangan ke arah Hutan Mati dan Kawah.
Melewati Hutan Mati lagi, dan Menemukan Spot Ini untuk Narsis hehe. |
Full Team Anggota Trip yang dikoordinasi oleh Wisata Gunung :) |
See You Pondok Seladah :) |
Jalur Pulang Lebih Licin karena Konstur nya Tanah Liat |
Dengan jalur turun yang berbeda ini, perjalanan turun
tetap menyisakan rasa excited yang besar. View hijau royo-royo punggungan
bukit-bukit kelihatan jelas, membuat kami pun beberapa kali berhenti atau
melambatkan langkah sekedar untuk menikmati dan mengagumi alam yang ada ataupun
mengambil beberapa foto.
Hampir aja tersesat karena jalan terlalu lambat akibat foto-foto, malah ditinggal group yang di depan. Udah gitu bingung pas ada percabangan jalur mana yang dipilih. Pilihan jalur sesuai feeling malah salah hehe, akhirnya balik lagi dan memilih jalur satunya.
View Yang Bisa Dinikmati Melewati Jalur MotorCross Yang Lebih Landai Tapi Lebih Jauh dan Juga Lebih Licin. |
Hampir aja tersesat karena jalan terlalu lambat akibat foto-foto, malah ditinggal group yang di depan. Udah gitu bingung pas ada percabangan jalur mana yang dipilih. Pilihan jalur sesuai feeling malah salah hehe, akhirnya balik lagi dan memilih jalur satunya.
Jalur trekking akhirnya bertemu kembali dengan jalur
pas naik, kami kembali menyusuri dan melewati pinggiran beberapa Kawah
Papandayan dengan ditemani kepulan dan bau asap belerang yang sama. Gerimis
kencang pun menambah nikmat di akhir perjalanan ini, sengaja menambah
bumbu-bumbu petualangan sebelum 15 menit kemudian kami sampai di tempat parkir
pick up yang siap membawa kami turun ke pasar cisurupan.
Perjalanan singkat yang cukup berkesan, cukup
mengobati rasa kangen akan suasana gunung yang menenangkan. Menenangkan dikala
dia diam mengumpulkan energi, mengerikan dikala dia melepaskan energi..Apalagi
Februari kemarin gunung berapi di Indonesia lagi banyak yang sahut-sahutan
aktif, dari Sinabung dengan erupsi yang panjang, Kelud dengan letusan yang
Dashyat dan Gunung Slamet yang mulai batuk-batuk menarik perhatian.
Apapun tantangannya, seorang pendaki tetap kangen dan
terpanggil untuk menjelajah tempat dimana dia seharusnya bermain :)
"Climb Mountains Not So The World Can See You,
But So You Can See The World" - McCullough -
Banyak foto akuh, hehehe..
BalasHapusternyata kalo bisa editing foto bisa buat catper lebih menarik lagi ya
Hi Mas Catur…..
Hapushahaha Kece kan dirimu banyak foto nya di Catper ku ini Mas hihihi...
Denger2 edelweis itu gak boleh di petik/bawa pulang ya ?
BalasHapusWatch movie HD
Watch movie online
Hello Alexa, Yes indeed, Edelweis nya hanya boleh dipandang dan dikagumi aja...walaupun dibilang bunga abadi dan ga akan layu di simpan oleh kita, tapi akan lbh cantik kalau Dia memang ada di habitat nya dan ngumpul ama tmn2 nya hehehe...
Hapus